Event Internasional G20

Baliho G20 Bupati dan Wabup Edi-Weng Tempel di Pohon Palem Kota Labuan Bajo, Ada yang salah

Opini : Jon Kadis, pengamat sosial politik berdomisili di Labuan Bajo
Opini : Jon Kadis, pengamat sosial politik berdomisili di Labuan Bajo

HARIAN JARAKNEWS--

Event internasional G20
Labuan Bajo dengan biawak Komodo dan wisata laut itu adalah salah satu destinasi pariwisata super prioritas zaman Presiden Jokowi. Beberapa kali Presiden Jokowi datang ke daerah ini. Juga Wapres Ma'ruf Amin. Dan untuk pertama kalinya, Indonesia memegang Presidensi Group of 20 (G20), forum kerja sama 20 Ekonomi utama dunia. Periode Presidensi Indonesia berlangsung selama satu tahun, mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Dan selain tempat sidangnya di Bali, juga sebagian meetingnya akan diadakan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

Salah satu pembangunan infrastrutktur destinasi super prioritas untuk penyambutan event G20 itu adalah keindahan kota dengab trotoar yang ditanami pohon hiasan, Palem. Jika anda pernah nonton film dengan lokasi shooting di Miami atau Hawai di USA, keindahan pohon Palem di Labuan Bajo itu tidak jauh beda dengan apa yang ada di luar negri itu. Sudah tentu dana untuk pembangunan infrastruktur itu berasal dari uang Negara. Ya kan?

Pohon Palem & sukacita penyambutan G20 di Labuan Bajo

Tulisan kali ini hanya tentang pohon Palem itu sesuai judul di atas. Kenapa? Ada suara kontra dari ruang publik. Kontra pertama, yaitu kenapa memakai pohon palem dari luar Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dengan biaya besar, padahal cukup banyak juga jenis pohon hiasan semacam itu tumbuh liar tanah Mabar ini. Kontra kedua, kenapa baliho "siap sukseskan G20" bergambarkan Bupati/Wabup Edi-Weng itu dilekatkan di pohon Palem? Hal itu dapat merusak kehidupan pohon itu sendiri. Terkesan Pemerintah tidak perduli atau otoriter !

Saya ikut berkomentar untuk ini. Argumentasi saya berdasarkan 1)seni keindahan dan 2) siapa yang mengurus pohon palem itu. Saya bukan seniman ahli taman atau ahli pemerintahan, tapi memiliki sedikit pengetahuan tentang keduanya. Dengan posisi itu saya berada di publik sebagai pengamat kecil-kecilan seadanya. Saya percaya diri dengan alasan itu karena termotivasi oleh kalimat bijak ini,  "barangsiapa setia pada perkara kecil, maka akan dipercaya pada perkara besar". Begitu. Semoga bermanfaat ya.

Dari aspek keindahan & siapa pemilik

Dilihat dari sisi keindahan, pohon tanaman hias adalah hiasan indah. Menyehatkan dan menyegarkan penikmatnya. Mau diperindah lagi? Tergantung pemiliknya. Misalnya ditambah dengan gantungan asesoris berupa kertas plastik, botol plastik kosong warna warni, baliho dengan tulisan dan foto diri, lampu warna-warni, dan seterusnya.
Untuk publik, yang penting aksesoris itu tidak melanggar norma kebaikan umum seperti tidak boleh ada gambar porno dan asusila lain semacamnya itu.

Pertanyaannya : siapa pemilik yang berkuasa atas pohon palem sebagai hiasan indah untuk kota Labuan Bajo itu? Pemerintah! Berarti Pemerintah bertanggungjawab atas kehidupan pohon itu beserta keindahannya. Ya to !

Pemerintah ini 'kan lembaga publik. Apakah dengan itu bisa disimpulkan bahwa Publik juga turut memiliki "pohon palem" itu? Jawabannya "ya". Tetapi ! Tapi apa? Menurut saya, kepemilikan Publik itu hanya sebatas _sense of belonging_ (rasa memiliki) tapi tidak bertanggungjawab atas kehidupan sehari-harinya. Kalau pohon itu ibarat manusia, maka rasa kepedulian Publik hanya pada "human right"nya. Jadi, untuk pohon Palem itu, kepedulian Publik hanya pada 'trees right"nya saja.
Oleh karena itu, maka untuk pohon palem tadi, Publik hanya menikmati dengan pandangan mata, baik pohon itu dalam status aslinya, maupun dalam status "sudah diperindah atau didandani kayak pengantin". Seumpama pohon Palem beserta kepribadiannya adalah sang pengantin wanita yang cantik, seksi banget, maka publik hanya sebatas memandangnya. Sedangkan untuk ruba -raba dan menikmati bulan madunya secara konkrit adalah Pemilik yang mengurusnya. Pemerintah! Anda setuju ?

Reaksi Publik, kritik !

Tapi terkesan Publik juga mau urus pohon palem itu kayaknya. Itu bisa dilihat di status beberapa pemilik akun facebook di Mabar. Kenapa begitu? Publik mengetahui bahwa biaya pengurusan dan biaya dandanan pohon-pohon palem itu berasal dari uang negara, uang rakyat, uang Publik. Publik berkata bahwa pohon-pohon Palem itu jangan dicemari baliho. Yah, boleh saja ! Betul itu.
Saya salah satu dari bagian Publik.

Tapi nenurut saya, Publik harus tahu diri. Dimana posisi tahu dirinya? Pada sense of belonging saja terhadap "hak azasi pohon" itu dan rasa memiliki uang negara dalam konteks hidup berbangsa. Sedangkan urusan kehidupan pohon-pohon itu serta mengasesorisnya dengan apa saja adalah pada pihak Pemerintah.

Sepengamatan saya, baliho G20 di pohon palem itu digantung pakai tali plastik, tidak dipaku. Kulit si pengantin seksi tetap mulus choy ! Ia tidak terluka. Anda mau foto selfi dengan sang pengantin? Welcome! Saya hari ini lewat di jalur itu, tidak selfi, tapi jepret beberapanya.

Perhatikan baliho bertuliskan " *Labuan Bajo, siap sukseskan G20"* itu. Lalu di bawah itu ada foto Bupati/Wabub Edi-Weng. Mungkin karena mau lengket dan tampil keren dengan pengantin seksi Pohon Palem, maka foto mereka di baliho itu dengan pakaian seperti layaknya pengantin pria adat budaya Manggarai.  Plus wajah Bupati Edi dan Wabup Yulianus senyum sumringah. Dan bukan hanya dengan pakaian adat budaya itu, tapi juga dengan pakaian resmi sebagai Pejabat Negara di baliho berikutnya.
Apa hanya Bupati/Wabub Mabar ada di baliho itu? Oh tidak ! Juga di baliho lainnya di bawah tulisan yang sama ada gambar Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin. Senyum berwibawa. Juga ada foto Gubernur Viktor beserta Wagubnya. Baliho-baliho itu semua digantung tempel di pohon Palem di kiri kanan jalan raya terbentang dari Kampung ujung hingga Gorontalo sejauh kurang lebih 4-5 km.

Kesimpulan sisi seni keindahan dan pengurusan ini adalah : baliho tersebut boleh saja digantung di pohon tanaman hias tersebut, karena dipandang akan memperindah tampilannya menurut versi pemilik. Itu saja !

Pertanyaan di sini : kepada siapa pengurus pertanggungjawaban penggunaan uang negara atas pengadaan & pemeliharaan trotoar dan pohon-pohon palem itu? Kepada Petugas Negara juga. Jika tiba waktunya untuk penyampaian pertanggungjawaban penggunaan uang negara itu nanti, dan tidak dapat diterima misalnya, maka resikonya ditanggung sendiri. Jika ketahuan melanggar hukum, korupsi misalnya, maka pengurus ini diproses secara hukum. Jika terbukti, masuk bui ! Sebelum peristiwa itu terjadi, kritik publik ini harus sebagai peringatan agar wanti-wanti menggunakan uang Negara. Kritik dalam hal ini sebagai kontrol positif.

Apakah anda dan saya dari Publik yang turut bersemangat menyambut G20 mau buat baliho juga seperti itu, pakai wajah anda dan istri, bertuliskan misalnya "welcome peserta G20 di Manggarai Barat"?  Lalu baliho itu digantung di pohon palem yang sama?  Boleh saja dibuat. Tapi jangan gantung di pohon Palem itu Pak. Kenapa? Kita tidak berhak nempelkan baliho kita di situ, karena bukan kita yang urus kehidupan pohon palem itu. Baliho kita sendiri cukup digantung di pohon Mangga, pohon Pepaya atau dinding rumah kita sendiri saja.

Apakah ada larangan taruh baliho di pohon?

Dalam event politik suksesi pemimpin maupun legislatif, ada semacam larangan agar Baliho para calon tidak ditempel di pohon hidup. Termasuk baliho reklame bisnis. Saya tidak tahu persis apakah ada peraturan pemerintah secara nasional untuk baliho-baliho apapun yang nempel di pohon.
Tapi rupanya hanya berupa Perda. Rupanya juga tidak semua daerah menerbitkan perda untuk itu. Itu saya peroleh dari berita media. Tapi meskipun ada, tampaknya dalam praktek hal itu sering diabaikan, karena cukup semarak juga baliho itu digantung di pohon di pinggir jalan umum saat musim pileg, pilpres dan pilkada.

Terakhir

Bagi publik yang mengutamakan keindahan kota Labuan Bajo beserta pohon palem beserta segala asesorisnya, plus sukacita menyambut event G20, mari tersenyum bersama Bupati Edi dan Wabup Yulianus Weng seperti di gambar baliho itu.
Bagi yang kontra tidak setuju baliho di pohon palem, silahkan merengut & mengkritik. Saya pikir Pemerintah harus menerima kritikan itu sebagai tanda kecintaan kritikus pada Pemerintahnya. Toh kita semua ini berada dibawah atap langit yang sama, yang selalu mengutamakan kedamaian dan kesatuan bangsa.

By the way, kita semua berharap agar event internasional G20 yang sebagian meetingnya di Labuan Bajo itu harus sukses, aman dan damai. Publik harus bersama Pemerintah dan semua petugas negara menjaga kedamaian dan kesuksesan event bergengsi itu.

Sebuah event pemerintah saat ini mungkin tidak begitu berpengaruh langsung konkrit pada publik, tapi event itu sebagai pintu pembuka untuk memasuki ruang perubahan yang efeknya baru terasa pada masa yang akan datang. Kita bersyukur dengan adanya pintu pembuka yang dibuat pada masa Pemerintahan Jokowi. Kalau kita protes lagi dengan adanya pintu pembuka itu, yah, kapan lagi kita lebih cepat memasuki ruang perubahan? Mari bersatu dan bermartabat falsafah Pancasila dalam hidup bernegara di NKRI ini.

Salam. Sambil seruput KOPI RASA G20 di samping pohon palem di Labuan Bajo.(Ihambut)

Penulis: Jon Kadis, pengamat sosial politik berdomisili di Labuan Bajo.

Penulis:

Baca Juga