Hotel berbintang di Labuan Bajo diduga manfaatkan air tercemar
Membayar retribusi ke Pemprov NTT
Pemanfaatan air dari mata air Kemiri oleh beberapa hotel rupanya sudah mendapatkan ijin dari pemerintah provinsi NTT, bahkan hotel-hotel tersebut secara rutin membayar retribusi.
Saat dikonfirmasi oleh awak media ini, Arnol, staf hotel Bintang Flores mengatakan, " untuk pemanfaatan air (dari mata air kemiri) kami sudah meminta izin ke pemerintah Provinsi pak". "Dan kami juga rutin membayar retribusi, melalui kantor Samsat Manggarai barat", ungkap Arnol.
Pengakuan Arnol pun diamini oleh Frederikus Daeng, Kepala Seksi (Kasi) Penetapan dan Penagihan pada UPTD Pendapatan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur wilayah Labuan Bajo.
"Ada 4(empat) hotel yang membayar pajak air permukaan, yakni hotel La Prima, Bintang Flores, New Bajo Beach dan hotel Pagi. Pajak air permukaan ini, dasarnya UU Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penarikan pajak ini sejak dari dulu sudah merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi. Kalau dulu, dibawah tahun 2020, penagihannya pertahun, namun saat ini penagihannya dilakukan per tiga bulan", jelas Frederikus.
Terkait pembayaran ke kantor Samsat, ia pun menerangkan, bahwa, "sebenarnya tidak membayar di kantor Samsat. Dulu kewenangan untuk penarikan pajak air permukaan dilakukan oleh Dinas ESDM. Untuk menghemat anggaran dan efektifitas penagihan, mengingat tagihan air permukaan ini terbilang kecil, maka tugas dan tanggung jawab penagihan itu dibebankan kepada UPTD, bukan ke SAMSAT. Di kantor ini ada UPTD dan ada Samsatnya", terang Frederikus.
Suara dari ruang publik
Pemanfaatan air dari mata air sungai Air Kemiri oleh beberapa hotel memunculkan berbagai reaksi dari ruang publik.
Marsel Jeramun, wakil ketua DPRD Kab. Mabar angkat bicara. Saat diminta pendapatnya, kepada awak media ini beliau mengatakan, " hal ini perlu segera ditanggapi serius oleh Pemerintah, mengingat dalam beberapa hari ke depan Asean summit akan diselenggarakan di Labuan Bajo. Kalau sampai ada tamu manca negara yang gatal-gatal atau mengalami iritasi karena mandi menggunakan air tersebut, tentu kita semua yang akan malu", ujarnya.
Meskipun pihak hotel berdalih bahwa air yang digunakan telah melewati proses penyaringan, lanjut Marsel, "tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa air tersebut benar- benar aman untuk digunakan tamu hotel. Oleh karena ini saya akan meminta Dinas Kesehatan untuk secepatnya melakukan inspeksi, baik di sumber mata air maupun di hotel." tandas wakil ketua DPRD Mabar ini.
Lebih jauh, Marsel yang juga merupakan ketua DPD Pan Mabar, meminta kepada pihak hotel untuk menggunakan air yang disalurkan Oleh Perumda Wae Mbeliling.
"Sebaiknya pihak hotel manfaatkan air dari Perumda (Wae Mbeliling) saja, selain kebersihannya lebih terjamin, juga turut berkontribusi pada peningkat PAD mabar", pinta Marsel.
Dari tempat berbeda, Jon Kadis, warga Labuan Bajo, meminta kepada Pemda untuk segera bertindak. "Pemda Mabar harus segera mengambil tindakan tegas. Larang mereka menggunakan air tersebut untuk kebutuhan hotel. Sungai itu (Air kemiri) pasti sudah tercemar. Bukan hanya limbah rumah tangga saja yang dibuang ke sungai tersebut, sampah plastik, bangkai hewan bahkan pembuangan dari kakus warga banyak yang disalurkan ke sungai tersebut", ujarnya.
Jon Kadis yang juga berprofesi sebagai seorang Lawyer ini pun menambahkan, "Tidak mungkin mata air yang berada di dalam sungai itu tidak turut tercemar. Saya tidak yakin alat penyaring air yang digunakan pihak hotel akan mampu membunuh bakteri dan zat berbahaya lain yang ada", imbuhnya.
Pemanfaatan air dari mata Air kemiri oleh beberapa hotel memang merisaukan banyak pihak, terutama dalam moment Asean summit ini. Kerisauan ini muncul karena satu alasan, yakni menjaga citra Labuan Bajo sebagai kota destinasi pariwisata super premium.
Komentar