Kades 2022 dilantik Bupati Edi, gugatan cakades kalah tetap berlanjut, catatan kecil akir tahun

 Oleh: John Kadis,SH.,

Tanggal 29 Desember 2022 ada pelantikan masal puluhan Kades di Kantor Bupati Manggarai Barat, Labuan Bajo, Cakades menang dalam pilkades serempak tanggal 29 September 2022. Sementara di media tertulis ada 4 Cakades kalah mengajukan gugatan ke Pengadilan TUN Kupang, perkara belum diputuskan hakim hingga hari pelantikan Kades ini.

Hajatan pelantikan itu tampak pro-kontra. Suasana pelantikan 61 (enam puluh satu) Kades se-Mabar ini terkesan ramai. Suasana di Kantor Bupati kayak pasar, halaman Kantor Bupati seperti ruang terbuka pesta para timses. Puluhan kendaraan dengan musik nyaring dari Toa masing-masing Desa. Terdengar di jalanan dalam kota, lalu lalang dengan mobil pickup terbuka serta truck oto colt. Dan sepanjang jalan puluhan kilometer dari Desa ke Kota, pulang pergi, menembus hutan dan kampung-kampung yang dilalui, musik toa terus bergema. Benar-benar expresi sukacita kemenangan. Belum lagi sepulang dari kota, ada acara penjemputan oleh sebagian timses di gerbang sebelum masuk kampung asal, dilanjutkan dengan pesta malam harinya. Potong hewan, makan daging, minum sopi, goyang tarian sampai pagi. Esok paginya dilanjutkan dengan ritual ibadat rohani.

Cakades gagal beserta timsesnya? Ada yang rekonsiliasi, ikut pesta bersama, damai bersama. Lupakan kerikil kecil semasa kampanye. Ini untuk cakades gagal yang tidak mengajukan gugatan hasil pilkades.

Lalu, Cakades penggugat & timsesnya? Hampir pasti berekspresi menggerutu dan kertak gigi. Namun Saya menduga timses tidak semuanya begitu, karena ada juga yang suka damai dan legowo dengan kekalahan. Kenapa terjadi begitu? Kuat dugaan saya adanya perbedaan pendapat di sana. Tidak semuanya bersatu untuk berperkara.

Lebih jauh, sesungguhnya di dalam satu Desa itu masih erat hubungan pertalian darah, entah seketurunan atau karena perkawinan. Selain itu, wilayah Desa itu kecil, orangnya itu-itu saja, tiap hari saling berjumpa. Wilayah kecil itu tetap exist mengalami perubahan dari hari kehari, butuh Dana Desa untuk membangunnya pada hari-hari mendatang. Dana Desa itu bukan hanya untuk timses, tapi untuk semua warga Desa seluruhnya.

Gugatan Cakades kalah

Disini saya tidak bicarakan materi perkaranya, tapi sekedar catatan yang berpengaruh pada kehidupan Desa yang tetap exist dan terus melangkah dalam perubahan kedepan. Keberlangsungan itu semua butuh kerja, biaya, dana operasional. Jika berhenti pada perkara, maka biaya kedepan bisa tergerus.

Gugatan Perkara? Dalam ruang demokrasi, itu hal biasa, dan patut kira beri apresiasi kepada Penggugat. Mereka benar dalam proses itu. Kebenaran final atas materi berada di Majelis Hakim yang memutuskan perkara berdasarkan keadilan Tuhan Yang Maha Esa. Final! Tapi ingat, proses itu butuh biaya.Berapa biayanya? Pakai jasa Pengacara 'kan?

Mari coba kita hitung. Jarak dari Desa ke kota Kabupaten cukup jauh. Pakai kendaraan darat, ada juga pakai perahu motor laut. Kantor PTUN berada di Kupang, jauh jaraknya dari kota Labuan Bajo. Untuk mencapai kota Kupang, bisa melalui pesawat udara, sekitar 1 (satu) jam, bisa juga melalui kapal ferry selama 2 (dua hari). Biaya naik pesawat sekitar Rp 3,4 juta/orang pergi pulang, sedangkan kapal laut fery sekitar Rp 1 juta/orang pp. Ongkos berada di Kupang selama 2 hari, taruhlah Rp 1 juta/hari/orang, include konsumsi dan transportasi di sana. Registrasi perkara di PTUN? Yah, dari daftar resmi tidak sampai Rp 100 ribu. Fee /Jasa Pengacara? Off the record untuk disebut. Tapi yang jelas ada uang untuk pekerjaan jasa Pengacara itu. There's no free lunch, man! (Tidak ada gratisan, bro !).

Siapa Bakalan Menang Perkara?

Apakah ada kepastian Penggugat menang? Tidak ada kepastian untuk itu, karena hal itu merupakan ranah Majelis Hakim. Tetapi kenapa melakukan gugatan? Jujur, karena setidaknya Penggugat melihat adanya celah kemenangan. Jarang sekali penggugat membuang biaya untuk kalah. Tapi memang ada juga type manusia seperti itu, tahu kalah tapi terus melakukan gugatan. Dia punya duit, dan yang ia cari adalah gengsi (prestise) bahwa sebuah masalah itu diputuskan melalui Pengadilan. Seandainya, sekali lagi seandainya optimis menang, maka Cakades kalah itu tidak sia-sia mengeluarkan duit proses perkara, plus fee Pengacaranya.

Pada sisi lain, sekali lagi, seandainya hanya sekedar memenuhi proses perkara yang akirnya kalah, maka bisa diduga Cakades kalah itu saat ini punya duit cukup yang ia gunakan untuk prestisenya. Tapi kalau dia pinjam sana sini untuk biaya perkara, maka pada endingnya nanti ia akan gigit jari, dan bisa jadi "gila sakit jiwa" saat putusan kalah. Dalam kondisi itu, siapa yang dapat duit & siapa untung? Pekerja jasa, ia mendapat fee 'kan?

Pada opini saya di salah satu media, sejak ada berita sengketa pilkades ini, telah saya kemukakan " celah yuridis formil" sebagai fakta untuk argumentasi gugatan. Entah karena pengaruh opini itu, setelah itu Cakades kalah mengajukan gugatan ke PTUN di Kupang. Itu saya baca beritanya di media.

Tapi saya mencoba mencari alasan dasar hukum, mengapa Bupati Manggarai Barat tetap melantik Kades menang di desa yang statusnya Tergugat dalam perkara sengketa pilkades. Apakah Bupati ini sengaja melakukan perbuatan melawan hukum? Kesan di ruang publik ada juga begitu. Tapi namanya suara publik, itu ibarat kabar burung. Oleh karena itu saya pingin mencari alasannya, dengan pertimbangan pada start bahwa Bupati sedang on the track.

Seperti diketahui, Peraturan Pikades itu didasarkan pada UU No.6/2014, PP No.47/2015, dan jika ada gugatan, maka akan berlaku UU PTUN no.5/1986 (Pasal 67 ayat 1 s/d 4). Aturan teknis tentang itu, di Kab.Manggarai Barat, ada Perda No.9/2015, Perbub No.36/2022 yang diubah dengan No.108/2022.

Pada UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara berbunyi: "Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat (Pasal 67 ayat 1)."

Penggugat dapat mengajukan permohonan,  agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal67 ayat 2).

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya (Pasal 67 ayat 3), dan Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikabulkan, hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak, yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan. Jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut (Pasal 67 ayat 4).

Pada ketentuan di atas terdapat aturan, bahwa klaim keberatan Keputusan Pilkades harus dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah keputusan pemenang pilkades, pengajuan secara tertulis, bukan lisan, bukan pula berdasarkan berita media, dan jika terdapat gugatan, maka Penggugat harus menyampaikan penundaan pelantikan Kades tersebut secara tertulis kepada Panitia Pilkades, yang tentu dilapisi bukti registrasi perkara.

Pertanyaannya: Apakah Penggugat taat & disiplin mengikuti prosedur hukum itu? Jika itu tidak diikuti, maka bisa dipastikan klaim Kades kalah itu kedaluarsa & tidak memenuhi persyaratan.

Terlepas daripada itu, alasan mendasar pada UU PTUN no.5/1986 tersebut amat kuat, yaitu "Pelantikan Kades peraup suara terbanyak pada Desa tersebut tetap dilaksanakan, meski proses perkara belum putusan final", serta ini yang terpenting, "demi kepentingan umum". Tampaknya Ini alasan Bupati Edi tetap on the track, sehingga pelantikan Kades di Desa bermasalah itu tetap dilaksanakan.

Berdasarkan hal tersebut saya boleh menduga: Pertama, putusan perkara gugatan Cakades ini akan dimenangkan oleh Pemda Mabar. Bisa saja saya salah duga. Kedua, Jika prosedur formil, yaitu "tempo 3 hari" dan dokumen tertulis sekecil apapun diabaikan penggugat dalam perjalanan waktu yang terbatas itu, maka daya dongkrak itu tidak terpenuhi untuk mendorong tahapan berikutnya menuju substansi perkara.

Dalam praktek perkara pemilu di PTUN, biasanya Hakim memutuskan "tidak dapat diterima gugatan" hanya karena alasan kedua itu, sehingga akirnya substansi perkara tidak diproses.

By the way, suara dalam ruang demokrasi dari pencari keadilan (baca Penggugat) dalam perkara sengketa pilkades ini patut diapresiasi.

Pertanyaan terakir: Sekarang masa sulit pasca pandemik covid. Mencari uang sulit, membelanjakan duit harus super hati-hati. Mengulang apa yang disebutkan diatas tadi, "Siapa yang meraup duit dan siapa yang mengeluarkan duit untuk proses perkara sengketa pilkades ini? Jika nanti perkara banding, maka proses akir di Jakarta. Itu semua butuh biaya. Dan untuk jawaban atas pertanyaan tadi, sesungguhnya sudah ada dalam pikiran & hati anda, saya tak menyebutnya lagi.

Ini hanya catatan kecil akir tahun 2022, dengan locus dan peristiwa di Kabupaten Manggarai Barat. Wassalam.


*********************************************

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@

Penulis:

Baca Juga

error: Maaf hubungi Bironya