Mafia Tanah berulah, tanah warisan Suwandi Ibrahim di Labuan Bajo terancam
Tanah Warisan terancam raib
Lahan seluas 11 ha, berdampingan dengan Bukit Keranga di Labuan Bajo, terhampar sebagiannya berupa padang datar ke arah bibir pantai, dan sebagiannya terbentang hingga jalan raya jalur dari Labuan Bajo menuju Batu Gosok, adalah tanah milik seorang TNI AD Suwandi Ibrahim. Tanah tersebut merupakan warisan yang diperoleh dari almarhum ayahnya Ibrahim Hanta.
Berdasarkan penuturan Suwandi Ibrahim dan beberapa orang tua di Waemata, Ibrahim Hanta mendapatkan tanah tersebut dari Penguasa Ulayat Labuan Bajo, dan sudah menggarap tanah tersebut sejak tahun 1973. Di tempat tersebut, ia membangun pondok untuk tinggal, menanam nangka, kelapa, serta pohon jati, juga memelihara hewan seperti kerbau dan sapi, bahkan di tempat tersebut istrinya hamil dan lahirlah kemudian seorang putra bernama Suwandi Ibrahim, putra bungsu mereka.
Ketika Ibrahim Hanta semakin tua, ia kembali ke rumah utamanya di Waemata, kota Labuan Bajo, dan meninggal pada 14 Maret tahun 1986. Di Lengkong Keranga, sampai tahun 2019, pondok orang tua mereka yang terbuat dari kayu masih tampak terlihat, walau tinggal kerangkanya saja karena sudah lama tak dihuni, sementara pohon kelapa dan jati masih tetap ada hingga hari ini.
Saat tamat SMA, Suwandi Ibrahim menjadi anggota TNI AD. Pernah bertugas di Timor Timur sewaktu menjadi salah satu Propinsi Indonesia, dan setelah Timor Leste menjadi Negara tersendiri, ia kembali, bertugas di Bali. Setelah itu balik bertugas di Labuan Bajo, lalu ke kabupaten Malaka di pulau Timor, dan kini balik lagi ke Labuan Bajo.
Sewaktu Suwandi Ibrahim bertugas di luar Manggarai Barat, karena kakak laki-lakinya saat itu mulai sakit-sakitan, atas pesetujuan keluarga besar di Labuan Bajo, penjagaan tanah seluas 11 ha itu dipercayakan kepada salah satu anggota keluarga dekat mereka, yaitu Mikael Mensen.
Mikael Mensen Dan anggota keluarga secara rutin datang untuk membersihkan lahan itu, serta membangun 2 (dua) pondok kecil baru sebagai tempat berteduh, ada sampai hari ini.
Lalu pada tahun 2019 Suwandi & keluarga (bersama Mikael Mensen) ingin membuat dokumen atas kepemilikan tanah tersebut, merekapun mengajukan proses administrasi untuk pensertifikatannya ke kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) di Labuan Bajo. BPN pun turun ke lokasi melakukan pengukuran dan pembuatan peta bidang.
Ketika akan berlanjut pada proses administrasi berikutnya, betapa terkejutnya mereka,ternyata dalam catatan administrasi BPN, sebagian tanah tersebut, di bagian rata sampai bibir pantai sudah bersertifikat hak milik atas nama orang lain, yaitu atas nama Niko Naput dan istrinya. Sisanya di bagian lereng hingga jalan raya, juga sedang dalam proses pembuatan peta bidang atas nama anak-anak Niko Naput dan entah atas nama ponakannya juga.
Lebih mengejutkan lagi, "pada salah satu dokumen syarat permohonan sertifikat atas nama Niko Naput tersebut terdapat tandatangan penjual yang sudah lama meninggal. Berarti, itu tandatangan palsu dan surat tipu-tipu dong. Bahkan di situ ada tandatangan Camat Komodo dan Lurahnya sebagai yang mengetahui", ungkap Mikael Mensen dengan geram.
Suwandi & Mikael Mensen serta seluruh keluarga berang! Semuanya ditumpahkan pada saat sidang mediasi di kantor BPN bersama Kuasa Hukum keluarga Niko Naput, dan melakukan demo ke kantor BPN, Kantor Polisi, Kejari dan kantor Bupati dengan seruan utamanya adalah "basmi tuntas mafia tanah di Labuan Bajo dan bersihkan BPN dari sarang oknum mafia tanah".
Atas peristiwa pensertifikatan tanah atas nama Niko Naput dan keluarganya itu, "Suwandi Ibrahim melaporkan ke Polres Labuan Bajo.Laporan tersebut terdaftar dengan No.LP/B/240/IX/2022, pemalsuan tanda tangan dan penipuan. Juga gugatan Perdata ke Pengadilan Negri Labuan Bajo, yang terdaftar dalam Perkara No.3/Pdt.G /2023/ PN. Lbj, agar beberapa agar sertifikat yang sudah terbit atas nama orang lain itu dibatalkan, keputusan pengadilan ini nantinya sebagai syarat administrasi BPN untuk menganulir sertifikat tanah orang lain itu, sehingga sertifikat atas Suwandi Ibrahim dapat segera diterbitkan", demikian ujar Frans Dohos, S.H, Lawyer dari Suwandi Ibrahim.
Dalam proses pemeriksaan pidana sebelumnya, pihak Niko Naput menyadari kesalahan dan bersedia mundur dari lokasi itu. "Sampai di sini sebetulnya Suwansi Ibrahim sudah merasa lega", lanjut Frans Dohos.
Namun tak selang berapa lama, pihak Niko Naput mengirimkan surat kepada BPN agar sertifikat hak milik mereka tetap dipertahankan dan bidang lainnya yang sudah diukur dilanjutkan pembuatan sertifikat atas nama mereka juga.
Suwandi & keluarga pun kembali geram. Bahkan lebih berang lagi, ketika beberapa bulan lalu alat exavator entah darimana, menggusur & membuat jalan masuk di tanahnya. Saat itu Suwandi Ibrahim masih berada di pulau Timor. Mikael Mensen dan beberapa anggota keluarga melarangnya, dan kegiatan exavator itu terhenti.
Terbaru, pada tanggal 11 Februari 2023 kemarin, selagi Suwandi dan anggota keluarga bersantai-santai di pondok, tiba-tiba satu exavator memasuki lahan Suwandi Ibrahim, mengangkut sebuah alat (mesin) dan pipa-pipa besi. Serentak Suwandi yang kebetulan sedang berseragam loreng TNI AD, bersama anggota keluarga, mengusir keluar exavator itu, dan dilanjutkan seluruh anggota keluarga langsung membuat pagar pembatas. Exavator itu tampak start dari jalan masuk di lahan sebelah selatannya.
Pada saat Suwandi mengusir keluar exacavator tersebut, ia berkata geram kepada Om Pius, mandor pekerja yang memasuki lahannya, "Jangan masuk di tanah saya ini tanpa ijin. Om Pius tahu masalah tanah ini to? Kalau mau masuk ke sini, sampaikan ke bos-mu untuk menemui saya. Saya ini masih TNI AD aktif", ujarnya.
Untuk diketahui, berdampingan dengan tanah warisan Suwandi Ibrahim tersebut, sedang dilakukan pengerjaan jalan masuk menuju pantai Keranga. Di pintu masuk jalan itu terdapat beberapa alat berat dan kemah pekerja.
Menurut berita yang dilansir dari berbagai media, seperti victorynews. id, infopublik. id dan portalmanggaraibaratkab. go.id, tanggal 21 April 2022, jalan tersebut dibuat sebagai akses menuju sebuah hotel megah bernama "The St. Regis Regis" yang saat ini proses pembangunannya sedang dikerjakan.
Sebagaimana dilansir dari berita media-media tersebut, peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan hotel itu dilakukan oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, didampingi Bupati Manggarai Barat Edi Endi serta Pengusahanya. Sesuai berita media tersebut, pembangunan Hotel The St.Regis itu diarsiteki oleh DP.Archtects, yang merupakan arsitek internasional berbasis di Singapura, dan pembangunan hotel ini harus mulai sekarang dan sudah jadi pada tahun 2024.
"Menurut informasi yang kami peroleh dari sumber yang tak mau disebutkan namanya, bahwa design gambar hotel tersebut justru terletak di lahan milik kami. Aneh kan?" terang Suwandi Ibrahim.
Mafia tanah memang sebuah kejahatan, dan hal tersebut harus diberantas. Labuan Bajo adalah kawasan super prioritas Pariwisata yang dibanggakan. Agar status ini terpelihara, demi perdamaian dan kesejahteraan jangka panjang, maka setiap fondasi pembangunan yang dilakukan haruslah berdiri diatas kebenaran.
Komentar