Mengenang Kepergian “Sang Tempurung Tua” Wartawan Jhon Lewar

HARIAN JARAKNEWS -
Oleh : M.Arryantho
Perkenalan dengan Jhon Lewar adalah khas perjumpaan dengan umumnya pekerja media, yang selalu hadir untuk kepentingan pemberitaannya dalam "kejadian-kejadian luar biasa".
Semuanya bermula dari demonstrasi yang dilakukan oleh Forum Pejuang Penegakkan Moralitas Bangsa Ngada, di bawah pimpinan Yonas Mita di Kantor Bupati dan DPRD Ngada pada 18 Oktober 2013. Demonstrasi itu bertujuan meminta keadilan bagi seorang wanita, yang diduga dihamili oleh Marianus Sae, Bupati Ngada saat itu.
Memakai ingatan dari memori penulis, dengan seluruh kelemahannya, pada hari itu Jhon sebagai juru warta bersama beberapa rekannya seperti Lexi - Wartawan Metro TV yang bertugas di Bajawa, Jo Kenaru - Wartawan TV One/Viva News.com, dan rekan-rekan lainnya yang tidak penulis ingat lagi, berupaya meliput demonstrasi tersebuta agar bisa memberitakannya melalui media mereka masing-masing.
Karena isu yang diusung demonstrasi itu "sensitif secara politik" yang terbukti secara tidak langsung menggoyang-goyang jagat politik Ngada, bahkan Nusa Tenggara Timur umumnya - karena menyangkut "perbuatan moral" seorang Bupati yang sedang menjabat, maka upaya Jhon dan kawan-kawannya itu, mendapat halangan dari pendukung sang Bupati.
Alih-alih menjadi gentar dengan amuk pendukung sang Bupati, Jhon dan rekan-rekannya memutuskan jalan terus dengan tujuannya, hingga tak pelak diuber untuk "diberi pelajaran". Karena situasi semakin gawat dan membahayakan keselamatan diri, Jhon dan kawan-kawannya sempat lari lintang pukang hingga masuk dapur milik penduduk untuk menyelamatkan diri. Beruntung dia bisa sementara lolos dari kejaran.
Karena kebetulan sedang berada di lokus kejadian dan tergerak oleh nurani menyaksikan peristiwa itu, penulis membantu menyiasati, agar Jhon dan rekan-rekannya bisa melarikan diri sejauh mungkin.
Untuk menyingkat, persis diatas motor Tua milik penulislah perkenalan resmi antara kami berdua kemudian berlangsung, dalam obrolan diatas jalan Bajawa-Aimere, dengan rasa was-was pada penulis akibat ketakutan terkejar pendukung Marianus.
Kelak setelah penulis kebetulan mempunyai urusan bisnis di Labuan Bajo, memori dari peristiwa genting diataslah yang mengakrabkan hubungan saya dan Jhon yang sudah menjadi reporter lapangan Metro TV di Kabupaten " Premium" itu.
Cerita diatas selalu menjadi "senjata" penulis untuk menembak Jhon saat dirinya sudah mulai menampakan tabiatnya yang 'keras-anti kemapanan" seperti kasus demonstrasi diatas, saat sedang mengobrol baik dengan rekan-rekannya sesama jurnalis apalagi teman-teman non jurnalis lainnya, yang kebetulan penulis ikuti.
Kalau sudah penulis "tembak" dengan cerita itu, Jhon biasanya menurunkan suara emosionalnya, sambil menjelaskan dengan nada yang sedikit "adem" apa gerangan yang membuatnya begitu geram hingga gemas menguliti sejadi-jadinya topik - yang biasanya adalah kasus-kasus publik - yang kebetulan sedang menjadi bahan obrolan
Dari gambaran sekilas diatas, kita sebenarnya sudah bisa merupa-rupa seperti apa sosok pria keturunan Nagi - Larantuka, Kabupaten Flores Timur ini. Jhon memang adalah seorang wartawan yang berdedikasi tinggi dengan pekerjaannya dan seperti tidak mengenal rasa takut sama sekali dalam menjalankan "peran-profetik"nya itu, kendati harus berhadapan dengan orang/pihak-pihak berkuasa dan terancam keselamatan jiwa dan raganya.
Padahal, menilik bobot tubuhnya, pria ini tidaklah kekar dan mempunyai latar belakang dan kemampuan beladiri sama sekali. Dengan tinggi 60-cm dan relatif bertubuh kurus (sekira 70 kg), tidak seorang pun yang menduga terdapat "nyali besar" bersarang disana.
Nyalinya yang besar itu sudah segera bisa dirasakan ketika seseorang mengobrol denganya. Tanpa sedikitpun merasa takut, Jhon tidak segan menyebut nama orang, pejabat sekalipun, dan selalu dalam nada penggambaran yang emosional, yang menurutnya "bermasalah" dan melanggar prinsip diatas.
Dalam urusannya dengan pejabat yang masuk kategorinya diatas, ini menjadi agak ironik karena dalam kerjanya Jhon tentu diharuskan membangun relasi dengan mereka demi kalancaran beritanya, tapi saat bersamaan tetap terus menjaga jarak agar menjaga independensinya sebagai wartawan.
Sayang, nyalinya yang besar itu tidak pernah membawanya bertugas di Jakarta, seperti yang menjadi cita-cita "besar"nya sebagai wartawan Metro TV. Padahal kans untuk itu sebenarnya ada, ceritanya satu kali pada penulis.
Peluang itu seakan terbuka lebar baginya dengan keberadaan Don Bosko Selamun yang yang saat ini menjadi Direktur Utama seluruh media cetak dan TV milik Surya Paloh termasuk Metro TV tempatnya saat terakhir bekerja. Cita-citanya seperti bakal teraih karena sudah mengungkapkannya kepada atasanya itu.
Apalagi menurut Jhon, Bang Don, begitu dia menyebut atasannya itu,memperlakukannya dekat layaknya "kaka-adik". Plus atasanya itu berasal dari Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat.
Sayang, hingga maut datang menjemputnya, cita-cita berkiprah di Ibukota itu sepertinya hanya menjadi "harapan yang tak kunjung kesampaian" pada Jhon. Surat panggilan dari Kantor Pusat untuk berkarir di Jakarta itu tak pernah datang padanya. Dia pergi meninggalkan kita semua yang mengenalnya dengan cita-cita besar yang tak sampai itu.
Namun yang mengagumkan, dan menurut penulis membuatnya menjadi besar adalah Jhon tidak sekalipun patah arang, memilih mundur dari panggilan nurani sejak kecil sebagai seorang wartawan. Dia tetap setia dengan kerja-reportasenya seperti sebelum-sebelumnya tanpa sekalipun merasa seperti "katak dalam tempurung".
Dalam obrolan lanjutan khusus tentang ini suatu ketika, menurut Jhon, penetapan Labuan Bajo sebagai salah satu destinasi pariwisata Super Premium justru membuatnya seolah menjadi wartawan Metro TV Jakarta. Alasan yang diberikannya juga membuat haru biru, karena dengan penetapan itu, Labuan Bajo menjadi "lebih dekat dengan Jakarta ketimbang Kupang yang menjadi Ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Jhon menjadikan perkembangan Labuan Bajo akibat "intervensi" kebijakan dan investasi capital swasta dari Jakarta yang melebihi kota-kota Kabupaten lainnya di seluruh NTT - bahkan sudah hampir mendekati Kota Kupang, sebagai bukti yang memperkuat alasannya untuk tetap setia pada pekerjaan hingga detik terakhir.
Dalam hubungan dengan perkembangan kemajuan Labuan Bajo diatas, bahkan saat kebanyakan orang beranggapan bahwa semua perkembangan itu layak menjadi ukuran Labuan Bajo dan sekitarnya menjadi Kota, Jhon justru melihatnya problematik karena kategorisasi administrasi pemerintahan yang berlaku dalam undang-undang yang khusus mengatur soal ini, malah sudah tidak cocok dipakai sebagai dasar untuk mengantisipasi perkembangan kemajuan Labuan Bajo belakangan ini. Jhon lebih condong pada penetapan Labuan Bajo menjadi kawasan Berikat seperti Batam. Ide Jhon ini menarik karena sudah diungkapnnya bahkan jauh-jauh hari sebelum Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Golomori menjadi viral belakangan.
Pembaca budiman mohon tidak salah mengartikan atribut tempurung tua yang penulis sematkan dalam judul obituari ini sebagai merendahkan Jhon. Tidak, sekali-kali tidak.
Semua yang telah diperbuatnya sebagai juru warta televisi berita dan mimpi besarnya yang tak kesampaian berkiprah di Ibukota Negara, justru dengan telak menunjukkan Jhon layaknya tempurung yang saat berada dalam samudra luas kehidupannya tidak mau tenggelam dan malah terus berjalan mengapung mengikuti arus samudra bahkan menantang badai yang kadang datang menerjang tanpa ampun dan bisa membahayakan keselamatan dirinya.
Jhon tak pernah gentar dan goyah, dia kukuh dan setia pada panggilan cita-cita dan kerjanya sebagai Wartawan, mengarungi badai samudra yang ganas, agar masyarakat mendapatkan informasi dari beritanya mengenai siapapun yang "mengambil nasi yang pada dasarnya milik kita semua dan bukan haknya".
Dengan cara diataslah Jhon hadir dalam dunia kehidupan penulis, dan setahu penulis, dalam "kejadian-kejadian luar biasa" pada dunia informasi sosio-ekonomi-politik-kemasyarakatan Manggarai Barat.
Karena semua itulah penulis merasa terkaget-kaget mendengar berita kepergian Jhon hari ini, sehingga memutuskan untuk menuliskan semua kisah ini kepada pembaca, agar kita bersama bisa mengenang sosoknya yang istimewa.
Dalam kekurangan informasi mengenai sebab-sebab kepergiannya, hanya satu faktor penyebab yang penulis dapatkan dari seorang teman, yaitu dia meninggal karena pembuluh darahnya pecah.
Aduh Jhon, apakah ini karena engko suka emosional sehingga darah tinggimu kumat dan berakibat pembuluh darahmu pecah? Entahlah, hanya Dia yang memanggilnya yang tahu persisnya.
Tapi jika bagi banyak orang, sebagai tempurung kau telah kalah dan tenggelam, tidak bagiku. Engko tidak pernah kalah dan tenggelam teman.
Ketika kabar meninggalmu beredar luas di Media Sosial, salah satu fotomu yang viral adalah pose gagah engkau sedang berada di sebuah kapal, mengenakan baju kaos tempatmu membaktikan cita-cita kecilmu sebagai wartawan, sambil menunjukkan sebuah buku berjudul "it's ok not to be Ok". Bagiku tentangmu harusnya judulnya menjadi seperti ini temanku: "It's Always Ok Jhon, To be Your Friend Ever".
Adieu, Adios Amigo temanku "Tempurung Tua" Jhon Lewar. "Engko jalan bae-bae na". Kami semua mencintaimu. SAHATBAT MU, M.ARRYANTHO.
Komentar