Pengadilan Negri Labuan Bajo Dalam Pusaran Mafia Tanah
Permainan Mafia
Atas berbagai kejanggalan yang ada, pada 25 April 2022 lalu pihak Patimasang melaporkan dugaan pengakuan palsu serta pembuatan dokumen palsu dan penggunaan dokumen palsu yang dilakukan oleh Budiman Utomo dan Umar Ilias Husen, untuk alat bukti dalam Perkara Perdata nomor 23/PDT/2015 Pengadilan Negri Labuan Bajo yang telah berkekuatan hukum Tetap.
Isu keterlibatan para mafia tanah dalam perkara inipun semakin kencang dan menyeruak ke permukaan, terutama saat Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo memerintahkan agar putusan perkara nomor 23/PDT/2015 segera dieksekusi.
Menurut pengacara tergugat, kuat dugaan perintah eksekusi ini terjadi karena Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo terpengaruh dan sudah dikendalikan oleh para mafia tanah.
"Dugaan ini didasari oleh keputusan Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo yang dinilai tidak konsisten, dimana pada satu sisi telah menetapkan jadwal gugatan sidang perlawanan pada tanggal 1 Februari 2023 mendatang, namun pada sisi lain juga memerintahkan untuk melakukan eksekusi pada 19 Januari 2022. Meskipun telah mengajukan gugatan perlawanan, bahkan waktu sidangnya sudah dijadwalkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo, namun Ketua Pengadilan yang sama juga telah memutuskan untuk melakukan eksekusi. Ini janggal dan sepertinya ada aroma kurang sedap" ujar Paskalis.
Mengahadapi situasi yang penuh kejanggalan tersebut, baik kuasa hukum tergugat maupun Patimasang dan keluarganya, berharap kepada kepada Polda NTT, agar secara khusus memperhatikan laporan terkait pengakuan palsu dan dokumen palsu yang diajukan pihak Tergugat pada tanggal 25 April 2022 lalu.
Tanggapan pihak Pengadilan Negri Labuan Bajo
Pada tempat yang berbeda, Nicko Anrealdo, mewakili Ketua Pengadilan Negri Labuan Bajo, menepis semua dugaan tentang adanya keterlibatan para mafia tanah dalam proses peradilan di Pengadilan Negri Labuan Bajo.
Terkait dengan adanya dugaan bahwa Ketua Pengadilan Negri telah bermain mata dan mengikuti keinginan para mafia, karena adanya perbedaan nama sala seorang tergugat, Anrealdo mengatakan, "berkaitan adanya perbedaan nama tergugat, sebenarnya telah dijelaskan dalam pertimbangan putusan hakim di perkara tahun 2015. Kenapa eksepsinya ditolak, juga sudah dijelaskan dalam pokok perkaranya, begitu pula saat diajukan upaya hukum banding, hal tersebut juga dibahas oleh PT Kupang. Perkara itupun sudah sampai tahap kasasi, sampai Mahkamah Agung menguatkan putusan dari tingkat pertama itu", terangnya.
Menanggapi adanya upaya perlawan terhadap eksekusi dan upaya hukum dengan gugatan perlawanan eksekusi, Anrealdo menerangkan, " mengacu pada undang-undang,mau ada atau tidaknya perlawanan ataupun upaya hukum lainnya, tidak akan menangguhkan upaya eksekusi",pungkasnya.
Sedangkan soal sidang perlawanan eksekusi yang sudah dijadwalkan sebelumnya, menurutnya, "akan tetap dilangsungkan sesuai jadwal yang sudah ditentukan".
Salah satu Advokad /Lawyer di Labuan Bajo, Jon Kadis, SH, ketika ditanya komentarnya tentang hal ini menyampaikan sebagai berikut:
"Memang Presiden Joko Widodo menyerukan pemberantasan mafia tanah di Labuan Bajo", namun rincian & detail tentang mafia tanah itu belum terang benderang bagi publik. Kenapa? Karena itu baru terlihat pada tiap kasus perkara tanah yang ada. Tugas Lawyer memang menegakkan kebenaran hukum dan di situlah posisi netralnya, namun di sisi lain ia membela kepentingan klien.Namun, terlepas dari hal tersebut, publik memang mempunyai kesan bahwa perkara ini masih tersangkut pada point material substantif dan hal itu belum final. Oleh karena "ada bau mafia" dalam eksekusi perkara ini," tutup Jon Kadis.
Hingga hari ini tidak begitu mudah menemukan para mafia, tidak segampang ucapan di mimbar seperti pidato Presiden Jokowi "memberantas mafia tanah". Dibutuhkan kejujuran para penegak hukum dan pencari keadilan itu sendiri.
Komentar