Apakah Pemimpin Daerah yang PAD-nya Anjlok Dapat diproses Hukum?

oleh
John Kadis
Pengacara/advokat
Sebelum mendapat jawaban atas judul itu, kita jawab dulu pertanyaan ini : Apakah setiap Pemimpin yang mau bangkit & maju ingin mendapatkan hasil usaha pada situasi apapun? Jawabannya "Ya". Kemampuan seorang leader dalam usaha apapun diukur dari bagaimana ia mengelola sumber daya yang ada dalam situasi apapun untuk mendapatkan income.
Tulisan ini termotivasi oleh sebuah berita di Harianjaraknews.id tertanggal 16 September 2022 berjudul, "PAD Mabar 2022 anjlok, baru tercapai 29,18% pada bulan September". Tapi referensi tulisan ini bukan hanya itu. Saya juga membaca media tentang hal yang sama dialami oleh Kabupaten Lombok Barat, Propinsi NTB, dan juga Kabupaten Badung di Propinsi Bali. Itu kawasan destinasi pariwisata. Dan bukan tidak mungkin hal yang sama juga dialami oleh kabupaten lainnya, terutama di kawasan-kawasan destinasi pariwisata. Inti pokok tulisan ini adalah "Kemampuan leader pada situasi apapun".
Janji tertulis dari Pemimpin
Tentang Pemimpin tadi. Kepala Daerah misalnya. UU No.23 tahun 2014 (Otonomi Darah) tercantum jelas kewenangan Kepala Daerah untuk mengelola potensi daerahnya agar bisa memperoleh income. Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, memilih pimpinan daerah, mengelola aparatur daerah, mengelola kekayaan daerah, memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Penghasilan itu disebut Pendapatan Asli Daerah (PAD). Itu adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD itu merupakan perwujudan dari asas desentralisasi dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
Dalam waktu tertentu, biasanya tahunan, dibuatkan Rencana Anggaran. Di sana terdapat target angka yang optimis hampir pasti dicapai dalam kurun waktu tertentu itu. Target itu disetujui DPRD. Sah ! Itulah semacam perjanjian tertulis. Tinggal tunggu waktu "panen". Panenan itu merupakan janji sang Pemimpin kepada rakyatnya. Karena target tadi dibuat tahunan, maka pada akir tahun ada neracanya. Di situ tercatat berapa pemasukan dan pengeluaran serta hasil. Ada 3(tiga) kemungkinan hasil: tercapai, surplus, dan anjlok (tidak tercapai).
Kalau anjlok, maka dicari penyebabnya. Saya melihat ada 3(tiga) kemungkinan logis penyebab: pertama, force major (hal luar biasa), sehingga sang leader masih bisa dikatakan "mampu", tapi ia tidak bisa berkutik karena force major. Covid-19 misalnya. Kedua, sang leader itu tidak cerdas mensiasati situasi force major. Ketiga, memang sang Pemimpin tidak memiliki kemampuan baik situasi normal apalagi force major.
Misalnya rencana income asli daerah kabupaten "Mimpi Bangkit" setahun (Januari-Desember, 2022) dari sumber daya lokal Rp.300 milyar. Per akir Agustus baru dapat Rp.84 milyar (28%). Itu berarti, dalam waktu tersisa harus dapat Rp .216 milyar 'kan? (72%). Melihat angka sisa itu, akan adakah force major baru lagi? Jika situasi sama seperti sebelumnya, tidak ada lagi force major, maka yang akan terjadi adalah "anjlok" pada posisi neraca akir tahun. Jika hal itu terjadi, maka sang pemimpin pantas dicap "gagal". Tapi hal lain bisa saja terjadi. Apa itu? Mukjizat pada waktu tersisa, Sept-Desember. Mungkin saja beberapa sumber daya, baru ada hasilnya dalam 4 (empat) bulan itu.
Terobosan baru
Mukjizat itu bisa saja datang dari kecerdasan Pemimpin untuk pencapaian target tadi, yaitu "main kasar" (baca : terobosan baru) tapi tidak terjebak hukum. Jika main kasar itu berhasil, maka income tercapai. Jika tidak? Anda tau jawabannya. Adakah pertanyaan anda, bahwa di sektor mana terdapat "main kasar" itu tapi tidak terjebak hukum? Pembuatan Perda. Di situ ada siasat pada peluang PBB (Pajak Bumi & Bangunan ) dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan) serta Retribusi Daerah. PBB diperoleh dari tanah yang sudah bersertifikat, sedangkan BPHTB dari pensertifikatan tanah baik baru maupun karena transaksi jual beli tanah yang sudah bersertifikat itu. Caranya bagaimana? Peningkatan NJOP ( nilai jual objek pajak), mendatangkan investor untuk membangun kawasan. Pertanyaan lanjutannya : apakah terobosan ini membawa hasil dalam tempo singkat 4(empat) bulan tadi? Belum lagi kalau dimasukkan fakta ini, yaitu leletnya kinerja petugas BPN (Badang Pertanahan Nasional) dalam proses penerbitan sertifikat tanah, padahal hambatan hukum sudah clear misalnya. Belum lagi ada "catatan merah" untuk perolehan tanah di kawasan potensial tertentu karena masyarakat sendiri "bakalai" dengan tanah ulayat nenek moyangnya. Ada lagi? Ya! Yaitu para kacung dan mafia tanah serta tidak cepatnya petugas penegak hukum kita dalam penyelesaian perkara. Sekali lagi, "ada lagi?" Ya ! Apa itu? Situasi politik menghadapi suksesi kepemimpinan berikutnya. Tahun 2024 terdapat hajatan politik suksesi dimana para politisi mulai mengarahkan perhatiannya ke sana. Ada lagi? Di depan mata ada hutang Pemda yang harus dibayar bulanan, Rp.20 milyar misalnya. Itulah yang terjadi pada tempo singkat 4(empat) bulan tersisa. Apakah income tersisa Rp.226 milyar akan diperoleh dalam tempo sesingkat itu?
Bagaimanapun, untuk sementara, ini kondisinya: "Semula mau bangkit & maju, eh ternyata jatoh & langkah mundur. Masuk dalam lubang PAD. Tersungkur ! Tapi siapapun pemimpin yang bertugas pada perjalanan waktu di covid-19 yang tak diduga munculnya itu, targetnya pasti berantakan. Tahun 2019 & 2020 adalah masa kegelapan pandemik covid. Monster itu membatasi bahkan menutup ruang aktivitas manusia. Lockdown.
Perahu tetap didayung, optimisme masih ada
Tapi Pemimpim tetap menjalankan tugasnya pada periode untuknya itu. Perahu tetap didukung walau gelombang sekalipun. Rencana Anggaran yang dibuat tentu karena analisis pada situasi & kondisi tahun 2021 ke prosoek 2022. Tapi faktanya, tidak semua sektor ekonomi bangkit normal seperti semula. PAD turut terdampak. Apakah analisa Pemimpin pada perancangan anggaran untuk perolehan PAD tahun 2022 tidak cermat karena nafsu untuk bangkit & maju lebih besar dari fakta? Pertanyaan lagi: Apakah anda masih menaruh kepercayaan kepada sang Pemimpin untuk melanjutkan kekuasaannya? Terserah anda !"
Gugatan & Lapor pidana
Dalam ruang diskusi terdapat pikiran untuk menggugat Sang Pemimpin yang wanprestasi karena tidak menepati janji pada rakyatnya. Argumen mereka adalah, dokumen Rencana Anggaran itu dapat dipandang sebagai surat perjanjian. Dalam hukum perdata, bilamana pihak dalam suatu perjanjian tidak memenuhi janji pada waktu yang disepakati, maka ia bisa digugat. Satu pihak rugi. Ya to? Unsur pidananya? Bisa dipandang sebagai penipuan. Untuk hal ini pernah ahli hukum Prof.Mahfud MD melontarkan buah pikirannya, maaf saya lupa dimana, bahwa tidak ada ketentuan dalam KUHP untuk mempidanakan Pemimpin yang tidak dapat memenuhi target sesuai Rencana Anggaran yang telah disepakati. Juga di bidang hukum perdata. Saya berpikir, bahwa pikiran Mahfud MD itu setidaknya karena sang ahli hukum itu kini berada di dalam barisan pelaku pemerintahan. Jika ia berada di ruang oposisi, di ruang bebas untuk berpikir, mungkin saja pendapatnya bisa berbeda. Tapi Mahfud sepakat untuk hal ini, bahwa sanksi yang dihadapi pemimpin seperti itu adalah un-trust dari rakyatnya. Sayapun setuju !
Pikiran Pemimpin bisa digugat
Kembali ke judul ini : Apakah Pemimpin Daerah yang jatuh tersungkur "wanprestasi" di PAD dapat diproses hukum? Anda sudah tahu jawabannya, yaitu "tidak". Final.
Tapi dalam ruang intelektual, filsafat, hal tersebut tidak final. Dunia pikiran tetap mendebatnya di ruang diskusi publik apalagi di alam demokrasi. Kebenaran itu tidak mutlak. Selalu digugat. Gugat menggugat pikiran. Oleh karena itu Pikiran & analisa Pemimpin bisa digugat. Digugat dengan apa? Dengan pikiran juga. Dalam ilmu yang kita peroleh, filsafat Dialekticanya Hegel (nama lengkapnya: George Wilhelm Friedrich Hegel), bahwa satu kebenaran itu selalu diperdebatkan. Tidak final.
Meski tidak final, tapi kita butuh sebuah alasan benar agar Pemimpin itu dapat terus berfungsi dalam perjalanan waktu untuk periode tertentu, 5(lima) tahunan. Apa yang dibutuhkan di situ? Trust & untrust (percaya & tidak percaya) pada seorang Pemimpin. Trust jika ia bangkit, untrust jika ia terus terpuruk.
Karena langkah kehidupan ini tidak berhenti, maka dalam situasi apapun, marilah kita berdoa (oremus), karena Tuhan tidak bisa diabaikan dalam perjalanan hidup ini. Tepat lirik lagu Ebit G.Ade ini, " Waktu masih ada, mari kita terus melangkah, sambil bersiul walau gigi ompong, 'dudu du dudu..., dudu du du..hoho hoho...
wassalam, sambil seruput Kopi PAD di Labuan Bajo.
Komentar