PAD Kab.Mabar anjlok, baru mencapai 60,6%

Jarak News, Labuan Bajo
Capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) hingga tanggal 6 Desember 2022 ini, tercatat sebesar Rp. 150.492.606.179 atau 60,6% dari Target PAD Perubahan sebesar Rp. 248.356.435.716.
Meskipun terjadi peningkatan pendapatan secara signifikan sebesar Rp.53 milyar dalam 3(tiga) bulan terakhir sejak 12 September 2022 hingga 6 Desember 2022, akan tetapi capaian ini masih sangat merisaukan, mengingat hanya tersisa waktu kurang dari 3 minggu lagi bagi pemerintah untuk mendapatkan dana sebesar Rp.97 miliyar agar target PAD terpenuhi.
Pada sisi lain, Belanja dan Pembiayaan yang bersumber dari PAD terus bergulir, dan menuntut ketersedian dana. Tidaklah berlebihan jika pada situasi tertentu, jumlah belanja ini lebih besar dari capaian PAD, sehingga bisa terjadinya defisit APBD.
Menanggapi situasi ini, Marsel Jeramun, selaku wakil ketua DPRD Kabupaten Mabar, terkejut dan meragukan informasi terkait capaian PAD yang baru sebesar 60,6% itu.
Menurutnya, "berdasarkan penyampaian resmi pemerintah daerah dalam rapat paripurna bersama DPRD, dijelaskan bahwa capaian pendapatan kita lebih baik dari tahun lalu, bahkan dalam rapat itu Bupati sampaikan secara terbuka bahwa capaian PAD kita sudah diatas angka Rp. 150 milyar per tanggal 15 September 2022 lalu."
"Jika benar capaian PAD kita per tanggal 6 Desember 2022 baru mencapai 60,6%, itu patut disayangkan. Ini menggambarkan ketidak mampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola aset daerah yang menurut saya sangat potensial untuk hasilkan PAD. Dari informasi per 6 Desember itu pada akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa terkesan Pemerintah Daerah ini membohongi kita semua, karena dalam rapat paripurna itu, selain info tentang pendapatan, disebutkan juga bahwa progres Belanja Daerah juga bagus. Tampak hampir semua anggota DPRD tidak percaya, karena melihat kondisi lapangan, dimana progres pembangunan fisik terseok-seok", ujarnya.
Lebih jauh, ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Mabar ini, dengan nada satir mengatakan, "jangan- jangan pekerjaan proyek di Mabar ini secara sengaja dibuat gagal dan terlambat, supaya pembayarannya sesuai progres pekerjaan saja dan bisa mendapatkan dana dari denda atas keterlambatan tersebut. Ini juga mungkin cara Pemerintah agar tidak terjadi defisit", tuturnya dengan kesal.
Senada dengan Marsel Jeramun, Piter Ruman, seorang praktisi hukum dan politisi asli Labuan Bajo, berpendapat bahwa, "Capaian PAD yang baru sekitar 60% itu, menggambarkan ketidakmampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola Daerah, terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah. Jangan dulu kita bicara peningkatan pendapatan, karena untuk mencapai target saja tidak mampu dilakukan. Ini potret kegagalan yang serius. Harus ada koreksi total dalam managemen tata kelola Pemerintahan".
Peter juga mendesak DPRD Mabar, "agar segera mengambil langkah politik, yaitu memanggil Bupati untuk dimintai penjelasan, mengapa pencapaian ini sangat jauh dari target, karena faktanya target pendapatan itu sendiri telah diperbaharui dengan langkah diturunkan dari target sebelumnya".
Upaya Pencapaian Target PAD
Meski hanya tersisa 3(tiga) Minggu lagi, Pemerintah Daerah Mabar berkomitmen untuk bekerja keras dan melakukan berbagai upaya agar target PAD tercapai.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Mabar, Tarsisius Gonsa, ST, saat ditemui awak media ini di kantornya pada kamis 08/12/2022 lalu. Menurutnya, "untuk saat ini target PAD sebesar Rp. 248 milyar sangat sulit dicapai, realistis yang bisa kami capai akan berada pada angka mendekati Rp.200 milyar, bisa lebih sedikit ataupun dibawah angka tersebut".
Lebih jauh, Kepala Bapenda Mabar ini mengatakan bahwa, "masih terdapat beberapa potensi untuk mendongkrak capaian PAD ini, diantaranya yang paling besar adalah pada sektor Pajak Mineral bukan Logam, atau yang lebih dikenal juga dengan Pajak Galian C. Dan mayoritas paket pekerjaan fisik baru mencapai penyelesaian 100 % pada tanggal 20-an Desember. Kami sudah berkoordinasi dengan instansi teknis yang menangani pekerjaan fisik tersebut. Komitmen mereka, akan memastikan seluruh rekanan yang mengerjakan paket pekerjaan fisik akan membayar retribusi galian C itu.
Lebih lanjut Tarsisius Gonsa menerangkan kepada awak media ini: "Selain itu, kami juga sudah berkoordinasi dengan berbagai perusahan yang mengerjakan proyek yang bersumber dari APBD provinsi maupun dari APBN. Untuk proyek pembangunan yang bersumber dari APBN di Golo Mori, kami sudah mendapatkan datanya, namun masih perlu disesuaikan lagi, karena sebagian pekerjaan yang ada khususnya pekerjaan beton, banyak menggunakan beton jadi yang diproduksi diluar daerah.
Tarsisius Gonsa juga menjelaskan, bahwa "selain mengoptimalkan pendapatan dari pajak galian C, Bapenda juga berupaya untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini dilakukan dengan beberapa langkah taktis, diantaranya berkoordinasi dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Mabar, agar dalam proses pencairan Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Desa tahap terakhir, mensyaratkan rekomendasi dari Bapenda bahwa desa tersebut sudah 100% melunasi PBB".
Selain itu, Tarsisius Gonsa juga menginfokan, "mewajibkan kepada seluruh Tenaga Kontrak Daerah (TKD) dan PNS yang akan mendapatkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), agar terlebih dahulu melunasi PBB sebelum mendapatkan gaji dan TPP tersebut. Pada prinsipnya pajak sifatnya memaksa. PNS dan TKD adalah wajib pajak, karena itu ia harus memberikan contoh kepada masyarakat. 'Kan sumber dana TPP dan Gaji yang diterima PNS & TKD adalah dari PAD".
Kritikan Dari Ruang Publik
Upaya mendokrak capaian PAD dengan memaksimalkan pendapatan dari sektor PBB, mendapat kritikan dari praktisi hukum Peter Ruman.
Menurutnya, "Kewajiban membayar PBB dengan memberikan daya paksa kepada PNS itu adalah kebijakan yang diambil dalam suasana kepanikan, sehingga sangat terlihat serampangan dan ngawur. Hak untuk mendapatkan upah itu adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap orang. Atas jasanya orang tersebut, wajib diberikan upah. Kewajiban membayar PBB itu adalah kewajiban warga negara yang tidak bisa di gunakan sebagai alat paksa untuk memotong hak yang dimiliki. Bahkan di beberapa wilayah di Labuan Bajo, penetapan PBB itu sendiri secara materil cacat hukum, karena di beberapa tempat obyek pajak itu tidak sesuai dengan yang seharusnya di bayar. Sudah lama saya mengingatkan Pemerintah Daerah agar ada upaya tertib administrasi dalam hal ini".
Lebih jauh, putra asli Labuan Bajo yang berprofesi sebagai advokad ini, mengatakan, "Potensi untuk menambah pundi-pundi Daerah sesungguhnya sangat banyak. Tidak saja dari potensi sektor pariwisata, tapi juga dari potensi pertanian dalam banyak diversifikasi komoditas, serta potensi perikanan. Hal tersebut sangat mungkin bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dengan tidak tercapainya target ini, pertanyaan dasarnya adalah, Pemda kerjanya apa?. Nafsu besar tapi kemampuan kurang".
Salah satu ciri maju & bangkitnya sebuah daerah kabupaten /Kodya, adalah adanya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Jika hal tersebut tidak tercapai, umumnya disebabkan oleh faktor force major. Masa lockdown covid sudah usai. Pemda Mabar berani membuat target PAD yang semula Rp 326-an milyar, lalu direvisi menjadi Rp.248-an milyar untuk tahun 2022. Faktanya, per 6 Desember 2022, capaian PAD baru Rp. 150.492.606.179 atau 60-an %. Pemda Mabar menginfokan bahwa pada akhir Desember akan mencapai 200-an milyar, karena akan ada pemasukan PAD akhir bulan. Sisa waktu 3(tiga) Minggu lagi. Apakah benar akan terealisasi? Jika tidak, maka tak dapat dibohongi bahwa untuk tahun 2022, PAD Mabar jatuh tersungkur alias anjlok ! Ada benarnya kritikan publik Mabar, "Pemda Mabar punya nafsu besar tapi tidak punya kemampuan untuk pencapaian PAD yang ia targetkan sendiri".
*********************************************
Komentar